pos giv

IKhlas = Gratis ?

Diposting oleh Unknown | 18.11 | | 0 komentar »
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (QS 4;9)

Terjemah ayat di atas selalu mengingatkan saya pada taklim-taklim yang di ikuti ibu-ibu binaan suamiku ketika ada hal yang berkaitan dengan masalah anak, tepat memang, karena inilah yang menjadi fokus perhatian ibu dalam kaitannya terhadap kewajiban mereka untuk keluarga terutama anak.

Rasulullah pernah bersabda “ Didiklah anakmu, karena mereka bukan hidup di jamanmu (melainkan akan datang ) (al-hadfits)

Apa yang disampaikan yang mulia ini bukan berarti anak kita sekarang mati, akan tetapi hidup mereka yang sebenarnya adalah ketika mereka kelak dewasa, saat sudah lepas dari bimbingan dan perlindungan kita, menjadi diri mereka yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri bahkan keluarganya manakala telah berkeluarga, dimana tantangan kehidupan  dan problem pada saat itu jauh lebih berat dan kompleks dari kita, dan di saat itu mungkin kita sudah meninggalkan mereka.
Ada tiga hal menjadi kewajiban orang tua terhadap anaknya

Pertama : Memberikan nama yang baik
Kedua : memberikan pendidikan yang layak
Ke tiga : Menikahkan

Nama yang baik adalah yang mengandung nilai kehambaan atau mengandung nilai harapan atau do’a oleh karena itulah kita dilarang menamai anak kita dengan nama orang-orang kafir.

Adapun pendidikan tentulah pendidikan yang standarisasinya dapat kita nilai dari situasi yang berkembang saat itu dan masa yang akan datang namun tentunya tidak boleh lepas dari nilai moral sebagai seorang Muslim atau Mukmin, dalam ayat di atas kalimat “ LEMAH (dalam tex arabnya disebut isim/kata benda Nakirah, yakni bermakna umum) mempunyai beberapa maksud (menurut saya) boleh jadi lemah secara spiritual, intelektual ,emosional bahkan  lemah ekonominya, hal itu tidak lepas dari bagaimana kita memberikan pendidikan yang baik dan benar, yakni baik sesuai dengan kebutuhan masa depan mereka dan benar secara syar’e (Islam).

Dan dalam hal inilah selaku orangtua, kita banyak yang merasa cukup dengan menyerahkan pada orang lain atau lembaga baik formal semacam sekolah atau non formal semacam pengajian, padahal dukungan dari orang tua baik secara moral dengan memberikan motivasi terhadap anak maupun material yang menjadi kebutuhan dimana lembaga anak kita dititipkan juga tidak kalah penting, kita sering mendengar ada orang tua yang ekonominya cukup menyekolahkan anaknya pada lembaga pendidikan non Muslim yang bergengsi sambil di iringi ungkapan “biar mahal  yang  penting kan kualitasnya, padahal dari ungkapan tersebutlah , seharusnya timbul pertanyaan Retorik , kenapa bisa bagus kualitasnya ? jawabannya karena kita berani bayar mahal, dari bayaran itulah fasilitas bisa di beli, guru yang berpengalaman bisa di gaji mahal hingga bisa fokus dengan tugasnya, tak perlu lagi seorang guru mencari nafkah sambilan, bahkan gedung yang megah dengan ruangan ber AC dapat terbangun.

Ikhlas sama dengan tidak perlu di bayar , itulah perspective atau cara pandang sebagian orang tua kita, hal ini tidak lepas (mungkin menurut saya) dari faktor pendidikan mereka (maaf) hingga penghargaan mereka terhadap pendidikan terasa sangat kurang, hal inilah yang sering dirasakan suamiku saat pengajian membutuhkan sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar mengaji, hingga tak jarang harus mengeluarkan dana sendiri, yang boleh jadi akan mengikis rasa keikhlasan dalam mengajar, bisa dimaklumi beliau dalam kondisi capek bagaimanapun tidak pernah meliburkan santri-santrinya.

Sabtu pagi 25 pebruari 2012, ada kabar baik dari si Aby saat mengikuti rapat orang tua murid kelas 6 disekolah buah hatiku yang pertama, yakni Faiz anak pertamaku mendapat nilai terbaik dari dua kelas A & B yakni di atas rata-rata atau 8, (koma), meskipun baru nilai TRYOUT  atau nilai ujian latihan untuk UN/ujian nasional, namun ini cukup menunjukkan keseriusan dan usaha yang tidak main-main dari tim guru di bawah koordinasi kepala sekolah untuk kelulusan dari murid-muridnya, yang bekerja sama dengan penerbit, pihak terkait dan pihak sekolah, yang mana kegiatan tersebut tentulah menyedot banyak biaya dari dana bos, bahkan boleh jadi sebagian besarnya untuk kegiatan kelas 6.

Namun sekali lagi tidak banyak orang tua  yang pro aktif untuk hal tersebut,  yang terkesan bahkan rasa kecewa karena nilai yang tidak memuaskan padahal baru latihan yang anak saya pun belum tentu saat ujian yang sebenarnya sebagus saat tryout.

Lewat artikel ini saya sekeluarga berterima kasih terhadap pihak sekolah SDSN 02 pagi yang telah berupaya memberikan yang terbaik untuk anak didiknya terkhusus untuk kepala sekolah dan wali kelas 6 B , sebagai orang tua tidak ada yang dapat kami berikan selain ucapan terima kasih dan seuntai doa semoga  usaha ibu bernilai ibadah yang mendapat ridha di sisinNya amin...


Rasa malu

Diposting oleh Unknown | 00.13 | | 0 komentar »

فجاءته إحداهما تمشي على استحياء
Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan rasa malu, (QS 28;25)

Ayat di atas merupakan potongan dari kisah nabi Musa ketika bertemu dengan anak-anak perempuan nabi Syu’aib pada saat mengantri di sebuah sumur, ada bagian yang menarik bila kita teliti secara jeli bagian ayat tersebut, yakni “berjalan dengan rasa malu, yah ! itulah yang langka dimiliki wanita sekarang, bahkan dalam kisah tersebut saat nabi Musa di ajak untuk bertemu dengan ayah kedua wanita itu (nabi Sua’ib) karena telah membantunya mengambilkan air, dikisahkan keduanya berjalan di belakang nabi Musa hal ini dilakukan keduanya karena kwartir bila mereka berjalan di depan nabi Musa akan menimbulkan fitnah  semisal bila ada angin nakal yang menerbangkan bagian bawah pakaiannya.

Dalam sebuah pribahasa di katakan,

Andai saja tidak ada rasa malu yang menutupi kaum wanita maka sungguh harga dirinya tak lebih dari segenggam debu.

Rasa malu memang bukan hanya diperuntukkan bagi kaum hawa namun akan lebih pas bila dimiliki kaum hawa, bukan hanya itu sebuah hadits  dari yang mulia juga mengatakan

الحياء من الايمان

“malu adalah bagian dari iman (al hadits)

Ini artinya iman dan rasa malu tak bisa dipisahkan ibarat madu dengan manisnya, atau dua sisi mata uang, yakni bila hilang salah satunya maka akan hilang atau tak bernilai yang lainnya .

Saat sekarang bertapa jauh perasaan malu itu dimiliki oleh seorang wanita, membuka aurat dalam arti yang sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang memalukan menurut mereka bahkan, bila tidak berlebihan bisa di bilang suatu kebanggaan , naudzu billah.......

Seperti ada perasaan bangga bagi seorang wanita memamerkan kemolekan tubuhnya di depan lawan jenis yang bukan muhrimnya, mereka senang kalau bisa membuat lawan jenisnya tertarik karena kemolekannya,. Padahal hal tersebut memancing kedzaliman yang akan terjadi pada diri mereka sendiri atau setidaknya kaumnya.

Bila kita mau membaca cukuplah hadits nabi di bawah ini menjadikan bulu kuduk kita merinding, itu pun bila kita masih punya iman untuk menelaahnya.

“seorang wanita yang berjalan melenggak lenggokkan tubuhnya seperti ekor unta, agar dapat menarik lawan jenisnya, jangankan surga baunya saja tidak akan ia dapati, padahal bau surga dapat tercium sejauh jarak perjalanan 70 tahun berkuda (al-Hadits)
Wallahu a’lam bissawab.