pos giv

mencari pasangan

Diposting oleh Unknown | 21.01 | | 0 komentar »


Bukan suatu hal mudah mencari pasangan hidup, terlebih di jaman yang sudah bergesernya nilai nilai norma (baca agama) karena pengaruh pergaulan dan media yang seolah tak memberi ruang yg cukup bagi seorang Muslim untuk lebih jauh memahami agamanya, untuk itulah dari beberapa pertimbangan yg di sarankan rasulullah beliau lebih menekankan pada aspek agamanya

“Dinikahi wanita karena 4 perkara 1. Kecantikannya 2. Keturunannya 3.Hartanya 4.agamanya. pilihlah karena agamanya maka kamu akan bahagia” (al-hadits)

Menyenangi kecantikan atau ketampanan sesuatu yg fitrah atau manusiawi, hal ini diperlukan karena biasanya kesenangan atau rasa cinta, walau semu, timbul dari pandangan awal tapi itu tidak boleh menjadi ukuran dalam memilih pasangan, krn kecantikan dan ketanpanan bersifat fana bahkan boleh jadi hasil tipuan dengan mikeup atau krn rajinnya merawat kulit dan wajah.

Keturunan menjadi hal yang penting krn sebuah ungkapan” buah apel tak kan jauh jatuhnya dari pohonnya” ada factor genetika yang mengalir di tubuh kita yang menjadi gambaran dari sifat ayah dan ibu kita, bahkan ada sebuah riset khusus tentang ini dgn memakan waktu bertahun tahun , dgn cara memisahkan beberapa orang anak dari orang tuanya yang seorang residivis dan istri seorang pelacur dgn jarak yg berjauhan , namun beberapa belas tahun kemudian setelah di teliti semua anak tersebut hidup di jalan jalan dan menjalani kehidupan yg hampir sama dgn orang tuanya. (sumber “SAINS DALAM ISLAM) walaupun tidak semuanya tapi secara umum begitulah faktanya, ada kemungkinan anak tsb tumbuh dari bahan / janin dan di kenyangkan dengan makanan yang haram.

Mencari pasangan yang kaya, atau anak orang kaya adalah tindakan pecundang, karena yg kaya orang tuanya, atau harta yg dimiliki bukan hasil keringatnya, apa bangganya hidup mewah tapi kepala tertunduk tanpa bisa berkata “inilah saya” bukankan seorang pemuda atau pemudi yang arif dan gentel adalah yg bisa berkata dengan kepala tertengadah “inilah saya.”

Memilih agamanya menjadi factor utama yg di sarankan rasulullah, karena agamalah yang akan membawa ketenangan lahir dan bathin, Ingat ! mahabbah /Mawaddah atau cinta bersifat fana dia akan hilang seiring berlalunya waktu, saat penampilan sudah berubah masing masing sdh menampakkan sifat aslinya dan rasa bosan sudah menghinggapi pada saat itulah bila pasangan yg kita pilih tidak punya pondasi agama yg kokoh kiamat rumah tangga akan terjadi, namun bagi yang mempunyai pondasi keimanan yg kokoh dia bukan hanya bisa menampilkan mawaddah tapi juga Rachmat atau kasih sayang inilah yang di sebut sebagai bagian dari nama-nama Allah yang hanya bisa diwarisi olehorang yg beriman.

Lalu dari manakah kita memulai ?

1. Cari tahu siapa kawan akrabnya, nabi bersabda “ agama seseorang tergantung pada agama temannya” secara psikologis seorang mencari teman, berkawan akrab karena ada kesamaan , baik kesamaan hoby, visi dan pandangan hidup, pernahkan anda menemani saudara yang sakit di rumah sakit, ? di sana pasien yang sakit ada kaya ada miskin dan berbagai macam perbedaan bahkan latar belakang, tapi mengapa satu sama lain sangat akrab ? jawabannya karena kesamaan nasib.

2. Cara berpakaian “ syeh An-nawawi albantani dalam kitab NASHAIHUL E’BAD mengungkapkan “adzdzahiru mir atul bathin” penampilan fisik adalah cerminan bathin, atau dalam artian sederhana penampilan mencerminkan kepribadian, apa bathin itu, ? rasul bersabda “ Sesungguhnya dalam diri manusia ada segumpal darah, apabila baik darah itu maka baik pulalah seluruh tubuhnya (tingkah lakunya) dan apabila rusak maka rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal daging itu adalah hati” (al-hadits) . kita boleh berdalih akan berusaha mengubahnya sedikit demi sedikit, namun pertanyaannya,. sejauh mana kemampuan kita untuk bisa merubahnya, atau jangan jangan malah kita yang bisa dipengaruhinya, apalagi kita tak pernah terjun dalam bidang tarbiyah, terlebih bila keperibadian itu sudah mendarah daging, atau memang sudah karena adanya unsur keturunan atau genetika, jauh lebih sulit lagi bila pasangan kita tidak mempunyai dasar aqidah yang kuat. Memang penampilan baju bukan jaminan utama, tapi persentasinya jauh lebih banyak perempuan yang memakai baju seronok yang rusak akhlaknya dari pada perempuan yang menutup auratnya, justru disitulah dituntut ketelitian kita dalam melihat, baju muslim bagaimana yg di pakai seorang wanita yg mencerminkan tunduknya terhadap tuntutan syareat atau sekedar trend, kenapa dlm ayt tentang jilbab Allah mengatakan diantaranya “agar mereka mudah dikenal” pemakaian kalimat ‘ARAFA (liyu’rafna) yang mana kalimat ini dalam bentuk objeknya adalah ma’ruf yakni baik, dgn konotasi tentunya baik menurut Allah adalah seorang wanita yg mencerminkan pribadi Muslimah yang kaffah.

3. Gunakan orang ke tiga yang amanah untuk mengetahui secar detail tentang pilihan kita, mintalah pertimbangan kepada Saudara teman yang telah pengalaman dalam menjalaani hidup berumah tangga. Sebab arah sebuah cinta adalah terwujudnya biduk rumah tangga.

4. Libatkan orang tua ,. Ingat yang menikah bukan hanya anda, karena pada hakikatnya menikah berarti mengumpulkan atau paling tidak mengikat dua keluarga besar dalam jalinan kekeluargaan,. Minta pendapatnya secara Ihklas tentang pilihan kita, hindari sifat egois sebab mereka jauh lebih berpengalaman dari kita, mereka akan menjadi tempat sering apabila terjadi masalah dikemudian hari, utk diminta solusinya agar anda tidak merasa sendiri dalam masalah.

5. Lakukan ta,arruf untuk mengetahui apakah pilihan kita juga respon atau suka kepada kita, jangan memaksakan kehendak dengan berbagai dalih karena akan berakibat tidak baik dikemudian hari, berusahalah lapang menerima penolakan, karena itu jauh lebih baik dari pada dia menolak setelah menikah, yakinlah ! Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk kita, dan pasti ada rencana Allah yg lain di balik itu yg belum mampu kita ketahui hikmahnya.

6. Bila clear segeralah Khitbah, hindari pertunangan dalam waktu lama, sebab tenggang waktu yg lama semakin membuka ruang untuk berubahnya pikiran kita, dan tentu juga pilihan kita.

7. Berusahalah untuk semaksimal mungkin menjalankan dari tahab awal sampai kita menjalani biduk rumah tangga sesuai aturan Allah dan RasulNya, insya Allah keberkahan dan RachmadNya senantiasa menaungi hidup kita. Wallau a’lam (dah dulu cape ngetiknya)

Fatwa

Diposting oleh Unknown | 20.56 | | 0 komentar »


Forum Musyawarah Pondok Pesantren Puteri se-Jawa Timur (FMP3) beberapa hari yang lalu mengeluarkan beberapa Fatwa, antara lain haramnya Reebonding, ojek wanita dan fhoto pranikah serta artis yang memerankan tokoh non Muslim.



Apa sih Fatwa itu ? dalam pengertian Syare’at intinya fatwa adalah penjelasan hukum syariat atas berbagai macam persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan al-Qur,an dan Sunnah.



Tidak semua orang dapat mengeluarkan fatwa, karena ada beberapa syarat yang cukup berat bagi seorang ulama untuk mengeluarkan sebuah Fatwa karena ada beberapa hal yang menjadi perinsip sebagai bahan pertimbangan, bahkan dikatakan bila seseorang belajar untuk menjadi Mufatih (pemberi fatwa )maka akan terbengkalai hajat hidupnya dan apa yang dilakukan oleh para Ulama yg berkumpul di Ponpes Lirboyo hingga mencapai hampir 250 ulama adalah merupakan suatu bukti, perlu adanya kerja sama dan kesepakatan dalam mengeluarkan sebuah Fatwa, karena kedudukan Fatwa semakin kuat bila bersifat kolektif atau Ijma’. Namun perlu diketahui juga banyak hukum hukum Islam yang sudah Qat’e (pasti) dan jelas dalam al-Qur,an yang tentunya tidak lagi harus di fatwakan, karena fatwa itu dikeluarkan menyangkut hal-hal yang baru dalam kehidupan masyarakat dan belum ada ketentuan hukumnya.



Adapun Sifat fatwa itu sendiri adalah kondional dan tidak mengikat, dikatakan kondisional seperti pada bunga bank atau Riba yang sudah jelas keharamnya, namun karenan beberapa tahun yang lalu bank syareah belum ada kalaupun ada tidak mempunyai fasilitas yg memadai maka berlakulah hukum darurat, namun setelah bank Syare’ah banyak tumbuh dan mempunyai fasilitas yang sama maka secara otomatis kedarurataanya menjadi gugur, agar masyarakat tidak terlena dengan riba ulama mengeluarkan fatwa haramnya menabung di bank konfensional., Adapun dikatakan tidak mengikat boleh jadi bagi sebagian orang hal itu haram namun bagi yang lainnya menjadi makruh atau bahkan mubah, seperti bangkai bagi orang yang kelaparan karena suatu hal dan tidak ada pilihan lain selain itu maka hukumnya menjadi boleh karena kedaruratannya.



Menyikapi Fatwa Lirboyo



Sebagai seorang Muslim tentunya kita tidak lantas sinis dengan keluarnya Fatwa dari para Ulama, karena bagi mereka tidak ada kepentingan dengan hal itu kecuali untuk menjaga kemasylahatan Umat Islam, lebih ironis lagi kalau ada yang mengatakan Ulama kurang kerjaan (naudzu billah min dzalik),. Bukankah ada baiknya kita melakukan TABAYYUN atau minta klarifikasi, bukan lantas bersuuzzdzon pada mereka lebih lebih berita itu kita dengar dari media yang belum tentu berfihak kepada kepentingan umat Islam



“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.(QS 49:6)



“ maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS 21:7)



Sebagaimana kita ketahui, diantara kelemahan umat Islam ialah tidak menguasai media masa, baik cetak apalagi audio visual, padahal media sangat efektif menggiring opini masyarakat kepada apa yang mereka kehendaki, ingat peristiwa monas (FPI), keperpihakan mereka kepada pihak aliansi kebebasan beragama sangat kentara dengan cara menayangkan berulang ulang pemukulan anggota FPI kpd beberapa orang anggota aliansi ketimbang tindakan pihak aliansi kebebasan beragama yang melanggar dan tidak memperdulikan peringatan polisi, pendeknya MENAYANGKAN AKIBATNYA BUKAN PENYEBABNYA, dan banyak lagi kasus lainnya, dan parahnya lagi Ulama tidak diberikan porsi waktu yang cukup untuk memberikan klarifikasi atas keluarnya Fatwa, kalaupun ada yang waktunya yang pendek dan pada saat jam jam jarang penonton, wajar jika banyak Umat Islam yang bingung.



Masih ada yang bingung tentang keharaman facebook ? sebenarnya letak keharamnnya bukan pada sarananya, karena sarana adalah efek dari kemajuan tekhnologi yang haram adalah mekanisme pengunaanya yang melampui batas dan hal hal yang haram lainnya, ibarat pisau menjadi mubah bila ditangan seorang ibu rumah tangga atau penjual daging, lalu menjadi haram bila digunakan untuk tindak kejahatan.



Tentang info taimen ? bila hal itu menyangkut nama baik orang lain, baik itu ghibah maupun Fitnah jelas haram, tanpa fatwapun sudah jelas.



Adapun fatwa terbaru yang kita dengar marilah berbaik sangka dengan mereka, banyaklah belajar , rebonding termasuk dalam kategori merubah ciptaan Allah, pengojek wanita rentan terhadap fitnah, fhoto para nikah juga membawa fitnah apalagi bila menjadi koleksi padahal sudah berkeluarga dengan orang lain, melakonkan sesuatu yang meremehkan Islam jelas akan jatuh menjadi murtad




“ sesungguhnya yang takut di antara hamba-hamba KU ialah para Ulama (QS 35:28)



Syeh Annawi al-Bantani dalam Nasaihul Ibad menukil sebuah hadits rasulullah yang artinya,



“ Barang siapa yang berlari dari ulama dan Fuqaha, maka Allah akan timpakan 3 macam siksa di dunia 1. Diangkat keberkahan usahanya, dikuasakan peminpin yang dzalim 3. Keluar dari dunia dengan tidak membawa iman.”




sedikit uraian ini semoga menjadikan kita lebih berfikir arif wallahu a'lam bissawab.

fanatik

Diposting oleh Unknown | 02.35 | | 0 komentar »


Apa sih fanatik itu ? dalam kamus bahasa Indonesia fanatik (fanatisme) ialah orang yang kuat pegangangnya terhadap sesuatu yang di yakininya”,tapi anehnya nih,.. kita sering dengar ungkapan “jangan terlalu fanatik, biasa aja lah,.. kalau jangan fanatik sama suku sih itu emang gak boleh,.. lalu bagaimana kalau fanatik terhadap agama ? boleh jadi kita di anggap kelompok aliran keras atau fundamentalis,.. yang aku fahami sih fundamen itu kan artinya dasar,..berarti orang pengertian agamanya sangat mendasar, namun bukan berarti cetek loh !...




Lalu bagaimana sikap rasulullah sendiri terhadap Islam ketika ditawari oleh kafir Quraisy untuk mengendorkan dakwahnya dan saling mengunjungi dan beribadah di tempat ibadah mereka (Yahudi, Nasrani dan kaum penyembah pagan) sebagai konpensasinya mereka juga akan beribadah bersama rasululllah,Hmmm,.. langsung tidak lama Allah turunkan surat al-Kafirun., yg intinya sebagai batas toleransi yang jelas antara Islam dan Kafir, bahkan dalam peristiwa penawaran yg mirip sama Rasul segera menjawab tawaran kafir Quraisy dgn ungkapannya yang terkenal,.. “ andai saja matahari diletakkan di tangan kananku, dan rembulan di tangan kiriku (sebagai majas dari kemewahan dunia) agar aku menghentikan dakwahku,maka aku tidak akan berhenti sampai aku berhasil atau hancur bersama-sama”.. kira kira sikap rasul itu fanatik enggak ?



Dalam istilah tarbiyah kita kenal yang namanya al-wala’ wal bara’ ,.al-wara’ berarti loyalitas dan al bara, artinya berlepas diri dari segala sesuatu yang tidak diridhai oleh Allah.
Bahkan Allah dalam beberapa ayat memerintahkan kita agar fanatik, tapi tentunya fanatik yang dimaksud bukan fanatik buta, karena fanatik buta memangkas fungsi akal kita, perintah Allah selalu rasional dan untuk kemasylahatan hambaNya.


“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”.(QS 2;208)


“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.”(QS 4;175)


Jadi kesimpulannya orang yang bilang “jangan fanatik sama agama” boleh jadi secara sadar atau tidak telah meracuni pemikiran kita, dan sedang mengarahkan kita kepada idiologi atau faham sekuler. Wallahu a’lam.

KAYA (AGHNIYA)

Diposting oleh Unknown | 16.58 | | 0 komentar »


Kaya raya , atau paling tidak selalu tercukupi semua kebutuhannya adalah dambaan setiap manusia tanpa kecuali, tidak salah dan berlebihan karena hal itu merupakan fitrahnya, ada yang menyembunyikan keinginannya ada juga yang menampakkan secara antuasias hasyrat cita-citanya, tinggal bagaimana tehnis mewujudkan keinginan atau cita-cita tersebut agar dapat tercapai, bila perlu ada silabus yang termenej secara profesional untuk mencapai hal tersebut, baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang.



Sebagai umat Islam kita tidak dilarang menjadi kaya , bila hal itu didasari dengan niat yang baik seperti agar dirinya bahkan anak dan cucunya dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa tergantung pada orang lain, lebih mulia lagi kalau harta yang merupakan amanah dari Allah di pergunakan untuk kepentingan dakwah, sebagaimana yang dicontohkan oleh Siti Khadijah dan para sahabat yang tak pernah merasa takut miskin ketika menyumbangkan hampir seluruh hartanya pada jalan Allah, karena mereka yakin harta yang dikeluarkannya adalah milik Allah dan mereka telah megeluarkannya pada jalan yang benar, Allah pasti menggantinya.



Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS 3;14)



Sekarang bagaimana kita memaknai kaya kaya itu , karena bila kita tidak dapat memaknai kata tersebut boleh jadi walaupun kekayaannya berlimpah tapi sebenarnya masih miskin.
Rasulullah membagi strata social ummatnya menjadi 3 golongan.



1. Fakir,” yaitu mereka yang dapat mencukupi kebutuhan pokoknya seperti makan setelah mencarinya terlebih dahulu



2. Miskin, yaitu mereka yang untuk kebutuhan pokok hari ini seperti makan dapat tercukupi sedangkan untuk besok hari harus bekerja kembali.



3. Kaya, siapa yang untuk kebutuhan makannya 3 hari ke depan masih ada, maka dia kaya
Kaya, sebenarnya sangat relatif, karena diatas yang kaya pasti ada yg lebih kaya lagi dan kaya lagi begitulah seterusnya, kita mengenal orang terkaya level Indonesia, Asia bahkan dunia seperti Adnan Kasogi, pemilik Microsof, keluarga kerajaan arab Saudi, Osama bin Laden dll, namun selama sifat kurang masih ada berarti masih miskin.



Merasa cukup (Qana’ah) itulah yang harus kita miliki, kata “merasa” bukanlah sebuah ungkapan pemaksaan kepada hati agar tidak lagi punya keinginan, dan bukan plesetan dari seluruh hasyrat hatinya tercukupi seperti ingin beli mobil cukup, beli rumah cukup, beli prabotan mewah cukup, tapi cukup akan bermakna hakiki manaka dengan rizki yang ada pada kita sebagai amanah Allah, kaki kita mau melangkah mencari orang yang lebih susah dari kita , lalu tangan memberi, hatipun ihklas tanpa pamrih dan ada rasa takut kekurangan dengan pemberiannya pada orang lain, dan lisanpun mengucapkan syukur atas karunia-Nya baik sedikit ataupun banyaknya, dan diwujudkan sukur tersebut dengan ibadah yang sungguh sungguh kepada sang pemberi rizeki.
Jadi “merasa cukup “ harus ditanamkan dengan mentarbiyah hati (jiwa) dengan meninggalkan keinginan yang tidak perlu, terlebih lagi dimotivasi oleh rasa iri kepada tetangga atau orang lain bukankah perinsip membeli (untuk mewujudkan kehendak hati), ada dua,



pertama mampu



kedua, perlu.



Maksudnya, kita mampu membeli sesuatu tapi sebenarnya kita tidak perlu, lalu buat apa ?
Selanjutnya ,kita memerlukan sesuatu tapi kita tidak mampu membelinya, meski alternatifnya sekalipun berarti sebenarnya kita tidak perlu. Wallahu a’lam

Dzalim

Diposting oleh Unknown | 00.53 | | 0 komentar »


Tidak diketahu sejak kapan kata tersebut di bakukan menjadi bahasa Indonesia, namun yang jelas kata Dzalim merupakan suatu ungkapan perilaku aniaya atau orogansi dari yang lebih kuat kepada yang lemah, namun bila kita kembalikan lagi kata tsb , (kalimat dalam bahasa Arab) maka maknanya menjadi beragam.



Kalimat Dzalim mempunyai beberapa makna, diantara gelap, aniaya , tidak berlaku adil, dll,. Sedangkan Imam an-nawawi dalam Riyadush Shalihin menjadikan sebagai judul dari beberapa hadits yang intinya Dzalim itu merupakan definisi dari “mengambil atau menggunakan sesuatu yang bukan haknya, dari pengertian makna zalim tersebut menjadi jelas bagi kita akan maksud pengunaannya , yang berarti perilaku Dzalim tidak hanya berkonotasi arogansi namun juga bermakna penggelapan sesuatu yang bukan haknya.



Dari Adi bin Amirah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang kita pergunakan di antara engkau semua sebagai petugas atas sesuatu pekerjaan, kemudian menyembunyikan dari kita sebuah jarum, apalagi yang lebih besar dari jarum itu, maka hal itu adalah sebagai pengkhianatan yang akan dibawanya sendiri pada hari kiamat." Kemudian ada seorang lelaki berkulit hitam dari kaum Anshar berdiri, seolah-olah saya pernah melihat padanya, lalu ia berkata: "Ya Rasulullah terimalah kembali tugas yang Tuan serahkan itu daripadaku - maksudnya ia mohon dihentikan sebab takut akan berbuat serong sebagai petugas. Rasulullah s.a.w. bertanya: "Mengapa engkau?" Ia menjawab: "Saya mendengar Tuan bersabda demikian, demikian - yakni sabda di atas itu." Beliau s.a.w. lalu bersabda pula: "Saya berkata sekarang: "Barangsiapa yang kami pergunakan sebagai petugas dari engkau semua untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan, maka hendaklah datang kepada kami dengan membawa hasil sedikit atau hasil banyak - kalau sebenarnya dapat banyak. Jadi apa-apa yang diberikan padanya, ambillah itu dan apa-apa yang dilarang, janganlah diambil." (Riwayat Muslim)



Keterangan:
Penggelapan harta atau istilah pada zaman kita sekarang ini disebut korupsi, menilik Hadis di atas adalah sangat besar dosanya bagi seorang pegawai yang diberi amanat dan kepercayaan untuk memimpin dan melayani ummat, sekalipun yang digelapkan itu hanya sebuah jarum saja, apalagi kalau lebih besar nilainya. Oleh sebab itu Hadis di atas adalah suatu ancaman yang sangat keras serta peringatan yang tegas agar seseorang pegawai itu jangan berbuat pengkhianatan terhadap hak milik negara.



Dalam Hadis itu pula dijelaskan bahawa, seseorang yang memangku suatu jabatan, baik yang tingkat tinggi, sedang atau rendah, apabila merasa tidak sanggup memenuhi tugas yang dipertanggungjawabkan kepadanya, wajiblah meminta berhenti sebagaimana yang dilakukan oleh seorang Anshar yang berkulit hitam, yang dengan terang-terangan memberikan kepada Nabi s.a.w. agar diterima kembali tugas yang diserahkan padanya.
Biasanya ada dua hal yang menjadi syarat secara umum bagi sseseorang untuk menduduki kursi suatu jabatan.



Pertama. Kapabel (capability) yaitu punya kemampuan bahkan pengalaman dalam bidang pekerjaan yang di amanatkan kepadanya, dalam hal ini nabi bersabda.

(apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya al-hadits)




Kedua , kedibilitas (credible.) dalam Islam mungkin inilah yang di sebut dengan sikap amanah dan sifat ini tentulah hanya dimiliki oleh mereka mereka yang mempunyai ke Imanan yang baik kepada Allah
Bahkan dalam sebuah haditsnya rasulullah bersabda

(Tidak disebut beragama orang yang tidak bisa memegang amanah)

Kasus kasus besar yang ramai , yang boleh jadi ada yang lebih besar lagi yang tak terungkap di mata publik terjadi bukan lantaran ketidak mampuan sang pemegang kendali dalam menjalankan tugasnya secara professional namun karena kurangnya moralitas dari yang bersangkutan baik karena pengaruh dari lingkungan maupun rakusnya syahwat duniawinya, dalam sebuah buku tentang motivasi dijelaskan “semakin rendah pemahaman spiritual seseorang, maka semakin rakuslah orang tersebut kepada dunianya, sebuah ungkapan mengatakan “ ada dua hal yang manusia tidak pernah puas 1. Harta 2. Ilmu .



Islam tidak melarang seseorang untuk menjadi kaya, asal dicapai dengan cara cara yang halal dan diridhai oleh Allah, bahkan dalam sebuah hadits di katakana “ Tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah, yakni memberi jauh lebih mulia dari meminta, maka orang yang rakus berarti tak pernah merasa puas, dan tak pernah merasa puas berarti masih miskin karena orang yang kaya hakikatnya adalah orang yang merasa cukup. Dengan demikian me njadi kaya sebenarnya cukup mudah ‘ yaitu cukuplah dengan pemberian Allah, maka kita kan terhindar dari perilaku Dzalim.

Islam keturunan

Diposting oleh Unknown | 07.55 | | 0 komentar »




Kalimat di atas terasa agak asing, tapi begitulah realitanya, kita patut bersyukur di anugerahi orang tua yang Muslim dan bererima kasih kepada kedua orang tua kita yang telah mencarikan ayah atau ibu yang Muslim, hingga kita turut secara otomatis menjadi Muslim juga, namun sadarkah kita boleh jadi ke Islaman kita hanya sebatas status jika kita tak berusaha menggali mutiara dan intan dalam pesona Islam yang kita anut, maka jika demikian kita Islam hanya warnanya, Islam hanya labelnya, sebuah ungkapan mengatakan, balon terbang karena isinya, computer beda harga karena speck yg ada di dalamnya bukan pada warna atau casingnya, meski itu perlu.




Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. QS 2;208




Ayat di atas merupakan panggilan sayang dari Allah kepada hambaNya, agar kita jangan menjadi orang yang tanggung tanggung atau setengah setengah, karena bila kita berdiri di persimpangan setan akan lebih mudah membuat kita bingung dan ragu, jalan hidup mana yang akan kita tempuh ?




Bila kita punya rasa bahasa yang sangat peka dan halus, dalam keindahan bahasa yang tertata rapi Allah memakai kata jama’ untuk prediket (pekerjaan setan) dan kata tunggal untuk objek atau pelaku , ini sebagai pesan dari Allah bahwa setan mempunyai berbagai cara untuk membuat kita ragu dengan Islam terlebih kita kita tidak focus pada ke Islaman kita, karena kita memahaminya tidak secara utuh lantaran kita merasa sudah berIslam sejak bayi.
Bila kita belum memahami Islam dengan baik, bahkan bila perlu membuat perbandingan dengan agama yang lain, tentunya setelah tertanam alwala’ dan albarra, dalam hati kita, maka belum saatnya kita mengatakan “ Islam adalah agama yang paling benar ! meski tidak salah karena utk menunjukkan kecintaan dan fanatisme, namun hal itu sebenarnya secara jujur adalah ungkapan egois , bukan logika ilmu,.. wallahu a’lam bissawab.

Beda syuhada dan pahlawan

Diposting oleh Unknown | 17.29 | | 0 komentar »
Akhir akhir ini pendengaran kita di sibukkan oleh ramainya pengajuan gelar pahlawan bagi Abdur Rahman Wahid atau yang kita kenal dengan gus Dur (setelah beliau di panggil yang maha Kuasa) oleh sebagian masyarakat yang mencintai beliau namun sebagian lagi ada yang menolak dengan berbagai alasan terutama dari kalangan Islam yang di cap sebagai Islam garis keras atau Islam Fundamental.


Tidak berlebihan mungkin tuntutan mereka dari alasan yang dikemukannya, karena terlepas dari kontroversi pemikirannya, paling tidak beliau pernah memimpin bangsa ini walau hanya 1 tahun lebih, dan dalam masa kepemimpinannya ada hal positif yang dirasakan oleh sebagian masyarakat, walau pada sebagian masyarakat yang lain malah sebaliknya, apalagi yang berkaitan dengan tragedi Ambon,karena dalam pemerintahan meski sebagai orang no 1 di negri ini beliau tidak bekerja sendiri, dan hukum positif di negri kita mengharuskan seorang mantan presiden diperlakukan sebagaimana layaknya, dan Negara merasa perlu untuk memberikan penghormatan tersendiri bagi setiap mantan presiden baik yang berupa gelar pahlawan maupun sekedar bintang jasa, sebagai konpensasi dari jasa-jasanya selama Negara daalam kepemimpinanya.


Sebagai umat Islam tentunya kita harus mampu dan jeli membedakan antara seseorang yang berjuang untuk bangsanya dan berjuang untuk agamanya, atau antara orang yang pantas di sebut pahlawan dan layak di sebut syuhada, menurut hemat saya gus Dur adalah pahlawan dari demokrasi, kebebasan berfikir atau liberalisme kesamaan agama atau pluralisme dan pahlawan bagi terbangunnya paham sekuler, (hal ini berdasarkan dari buku buku beliau dan stetmen-stetmennya).


Adapun yang selanjutnya adalah gelar Syuhada tentulah kita telah fahami secara bersama bahwa hal tersebut hanyalah pantas di berikan kepada seseorang yang berjuang untuk kepentingan agamanya,tentunya Islam . Syuhada jauh lebih mulia dari pahlawan yang dalam perjuangannya tersekat dengan yang namanya teritorial, sedangkan syuhada melampui batas negri atau lintas Negara, karena bagi mereka dimana Islam tertindas di situ mereka terjun berjuang baik dengan lisan, harta, darah, air mata bahkan nyawa sekalipun mereka pertaruhkan untuk izzatul Islam wal Muslimin.


Maka, akan lebih ariflah kalau kita menilainya sesuai fakta yang nampak dari hasil pemikirannya bukan dari sesuatu yang tersembunyi di balik stetmennya,karena masyarakat akan melihat dzahirnya ungkapan bukan penjabaran dari orang terdekatnya yang tentunya setiap penyampai selalu berbeda menerjemahkannya, yang pada akhirnya menimbulkan berbagi penafsiran yang kontroversi dan ujung ujungnya membingungkan masyarakat,. Dalam hal ini rasulullah sudah cukup memberikan contoh “ yaitu beliau selalu mengulang ulang sabdanya bahkan samapi 3 kali agar sahabat mengerti dan faham, bukankah ayat yg pertama kali turun juga di ulang sampai 3 kali oleh Jibril. Intinya agar apa yang di sampaikan betul betul difahami. Wallau a;lam bissawab.
Tak dapat dipungkiri, memberikan pendidikan yang baik bagi anak, untuk membentuk anak yang shaleh atau shaleha merupakan kewajiban mutlak bagi orang tua, bahkan Rasulullah mengingatkan ada 3 hal yang harus diperhatikan dan menjadi kewajiban orang tua,


1. Memberikan nama yang baik
2. Memberikan pendidikan
3. Menikahkan

Dalam Islam begitu pentingnya membentuk anak yang shaleh sebagai generasi masa depan , sampai tehnisnya sebegitu jauh, yakni mulai dari mencarikan ibu atau ayah untuk anak anak kita karena rumah tanggalah kelak sebagai madrasahnya pertamanya, sebagai tempat mukimnya, orang tuanyalah guru pembimbingnya, baik dalam segi ARKAN (tingkah laku) sebagai contoh, maupun frivatnya yang berupa tausiah bukan hanya ibu atau ayah yg baik namun juga sangat diperlukan orang tua yang berpendidikan dan berwawasan, agar kelak menjadi kebanggan tersendiri dari anak-anaknya, “ bukankah singa hanya akan lahir dari singa ‘ kita banyak mengetahui orang orang besar, ulama ulama besar, mereka besar dalam bembingan orang tuanya.

Namun bila hal itu tidak tercapai ,yakni mencari calon ibu ayah ayah yang baik bukan lastas kita pasrah kepada ketentuan takdir, melainkan adanya ikhtiar sebagai bentuk tanggung jawab orang tua , yakni mencarikan pembimbing yang akan menghantarkan anak tersebut pada gerbang kebahagiaan dunia dan akherat.


9. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
Ayat di atas merupakan argumentasi yang sangat kuat untuk orang tua agar tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah,kalimat DI’AFAN yang dalam bentuk Nakirah atau umum merupakan indikasi bahwa seorang anak kelak tidak boleh lemah dalam berbagai hal, lemah secara spiritual , lemah secara Economi, lemah secara intlektual dan kelemahan yang lain yang pada gilirannya anak tersebut akan digilas oleh waktu dan persaingan hidup.

Sebuah pengalaman cukup menarik yang dialami oleh penulis ketika menguji sejauh mana keperdulian para orang tua terhadap pendidikan mengaji ank anaknya, yakni dengan cara :” harus mendaftar ulang bagi yang ingin mengaji kembali (hal ini dilakukan karena suatu sebab) namun ternya banyak orang tua yang mensikapinya negatif’ yakni merasa direpotkan ‘ lebih parahnya lagi melecehkan lembaga pengajian yang sok seperti pendidikan formal, masya Allah” dan pada gilirannya , anak yang menjadi korban, sedangkan di lain pihak , ada orang tua yang bertanya dulu pada anaknya apakah mau ngaji lagi atau tidak, padahal pengaruh lingkungan di sekitar lembaga pengajian sangat tidak kundusif, yang boleh dikata telah tersetruktur secara otomatis yang membuat anak merasa enggan untuk mengaji.

Dari sedikit uraian dan pengalaman di atas cukuplah jelas bagaimana tanggung jawab dan sikap orang tua yang terjadi sekarang, sebagus dan seprofesional apapun sebuah lembaga tanpa melibatkan peran orang tua sebagai motorik pertama bagi anak , maka lembaga pendidikan tersebut tidak akan bisa berbuat banyak.