pos giv

Tak dapat dipungkiri, memberikan pendidikan yang baik bagi anak, untuk membentuk anak yang shaleh atau shaleha merupakan kewajiban mutlak bagi orang tua, bahkan Rasulullah mengingatkan ada 3 hal yang harus diperhatikan dan menjadi kewajiban orang tua,


1. Memberikan nama yang baik
2. Memberikan pendidikan
3. Menikahkan

Dalam Islam begitu pentingnya membentuk anak yang shaleh sebagai generasi masa depan , sampai tehnisnya sebegitu jauh, yakni mulai dari mencarikan ibu atau ayah untuk anak anak kita karena rumah tanggalah kelak sebagai madrasahnya pertamanya, sebagai tempat mukimnya, orang tuanyalah guru pembimbingnya, baik dalam segi ARKAN (tingkah laku) sebagai contoh, maupun frivatnya yang berupa tausiah bukan hanya ibu atau ayah yg baik namun juga sangat diperlukan orang tua yang berpendidikan dan berwawasan, agar kelak menjadi kebanggan tersendiri dari anak-anaknya, “ bukankah singa hanya akan lahir dari singa ‘ kita banyak mengetahui orang orang besar, ulama ulama besar, mereka besar dalam bembingan orang tuanya.

Namun bila hal itu tidak tercapai ,yakni mencari calon ibu ayah ayah yang baik bukan lastas kita pasrah kepada ketentuan takdir, melainkan adanya ikhtiar sebagai bentuk tanggung jawab orang tua , yakni mencarikan pembimbing yang akan menghantarkan anak tersebut pada gerbang kebahagiaan dunia dan akherat.


9. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
Ayat di atas merupakan argumentasi yang sangat kuat untuk orang tua agar tidak meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah,kalimat DI’AFAN yang dalam bentuk Nakirah atau umum merupakan indikasi bahwa seorang anak kelak tidak boleh lemah dalam berbagai hal, lemah secara spiritual , lemah secara Economi, lemah secara intlektual dan kelemahan yang lain yang pada gilirannya anak tersebut akan digilas oleh waktu dan persaingan hidup.

Sebuah pengalaman cukup menarik yang dialami oleh penulis ketika menguji sejauh mana keperdulian para orang tua terhadap pendidikan mengaji ank anaknya, yakni dengan cara :” harus mendaftar ulang bagi yang ingin mengaji kembali (hal ini dilakukan karena suatu sebab) namun ternya banyak orang tua yang mensikapinya negatif’ yakni merasa direpotkan ‘ lebih parahnya lagi melecehkan lembaga pengajian yang sok seperti pendidikan formal, masya Allah” dan pada gilirannya , anak yang menjadi korban, sedangkan di lain pihak , ada orang tua yang bertanya dulu pada anaknya apakah mau ngaji lagi atau tidak, padahal pengaruh lingkungan di sekitar lembaga pengajian sangat tidak kundusif, yang boleh dikata telah tersetruktur secara otomatis yang membuat anak merasa enggan untuk mengaji.

Dari sedikit uraian dan pengalaman di atas cukuplah jelas bagaimana tanggung jawab dan sikap orang tua yang terjadi sekarang, sebagus dan seprofesional apapun sebuah lembaga tanpa melibatkan peran orang tua sebagai motorik pertama bagi anak , maka lembaga pendidikan tersebut tidak akan bisa berbuat banyak.

Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas

0 komentar

Posting Komentar

Sampaikan komentar anda di bawah ini