Seorang ibu datang bersama seorang putrinya yang baru lulus SLTP ke pengajian suamiku, maksudnya tak lain untuk mendaftarkan putrinya mengaji, ibu itu memberi penjelasan bahwa putrinya agak susah di atur mungkin karena pengaruh lingkungan dan teman-temannya baik di sekolah maupun tetangganya.
Ibu tersebut menyerahkan putrinya untuk di didik dengan pendidikan agama, sebagai bekal akhiratnya, sungguh mulia niat sang ibu, dengan seksama dan sabar suamiku mendegar keluh kesahnya dalam mendidik sang anak, namun pada kali penjelasan yang terakhir ada raut kecewa dari muka suamiku yang berusaha ditutup dengan senyumnya.
Apa yang membuat beliau kecewa ,.. ternyata sang ibu menitipkan anaknya hanya sementara waktu sambil menunggu mendapat kerja, karena untuk melanjutkan ke jenjang sekolah selanjutnya (SLTA) biayanya tidak terjangkau, intinya mengajinya sang putri tak lebih dari sekedar mengisi waktu luang sebelum mendapat kerja yang mungkin tidak akan lama lagi, karena di daerahku mayoritas bekerja pada pabrik garmen atau KBN (kawasan Berikat Nusantara) dan bagi kaum ahkwat tidak sulit untuk dapat bekerja di sana apalagi banyak koneksi (orang dekat) yang menjadi pengawas.
Sebenarnya bukan “sementaranya yang membuat suamiku kecewa.. tapi kegiatan mengajinya yang hanya sebatas pengisi waktu luang, ini sama saja mengaji tidak lebih penting dari mencari kerja, yakni setelah kerja yang dicari di dapat, maka otomatis mengajinya menjadi berhenti, tidak jelek memang, tapi apakah senaif itu kita meletakkan posisi menuntut ilmu agama dengan bekerja.
Bekerja memang penting apalagi untuk membantu perekonomian sebuah keluarga, atau setidaknya menambah inkam/pendapatan demi masa depannya, dan hal itu juga bernilai ibadah manakala kita menempatkannya pada posisi yang sebenarnya, namun akan lebih baik manakala kita memadukannya dengan sambil menuntut ilmu, tapi secara umum saat seseorang baru mulai bekerja dan mendapat gaji pertama, lalu gaji ke dua di tambah lembur tentu semakin besar, maka secara naluri fitrah manusia yang senang kepada ke indahan dan berlimpahnya harta, menjadi semakin lupa akan pentingnya menambah ilmu agama, waktu yang seharusnya setelah ia pulang kerja ia gunakan untuk tetap mengaji ia alihkan untuk menambah jam kerja atau lembur,..
Sebagai orang tua, memberikan pendidikan agama yang cukup kepada buah hati adalah merupakan kewajiban, tak inginkah orang tua mendengar alunan merdu suara buah hatinya yang membacakan yasin atau menuntunkan kalimat Tauhid saat menjelang ajal.
Anak adalah harta akherat bagi orang tua, yakni anak yang menjadi shaleh berkat usaha gigihnya selama dalam naungannya, tapi juga menjadi petaka akherat manakala kita tidak mengarahkan pada jalan yang diridhai Allah.
Semoga teguran Allah di bawah ini menjadi peringatan yang kuat untuk kita segera sadar, bahwa “anak adalah titipan Allah.
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS 4;9)
wallu a’lam bissawab..
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
Assalamualaikum wr wb,
Permisi mohon ijin mba Mutiara, Kami numpang pasang pintu untuk masuk ke blog kami disini
NABI MUHAMMAD SAW
AL-QUR'AN AL-HADITS
MANGNGAR JAYA
AZMATU TANFARIJI
JAHUWOTI SIKURMA terimakasih ya mba. Semoga mba berkenan kami numpang disini sedikit. Sekali lagi terimakasih.