Rumah tangga, ;bukan Cuma sebuah kata majemuk, namun sebuah ungkapan penuh makna
suatu ketika aku bertanya kepada suamiku tercinta apa filosofi dari ungkapan tersebut,
rumah ;mempunyai makna tempat tinggal, tempat berteduh sebuah rumah menyiratkan bahwa sepasang suami istri harus sudah siap berumah sendiri, mandiri terpisah dari orang tua, kerabat bahkan teman tempat mengadu dan berkeluh kesah yang bisa dilakukan saat masih melajang . semua dituangkan kepada pasangan tercinta, orang yang di cinta dan dengan cinta semua kekurangan boleh jadi menjadi sebuah kelebihan, dengan cinta masing-masing dapat memahami kekurangan pasangannya dan berlomba untuk saling melengkapi....”Subhanallah.. alangkah indahnya cinta itu, terlebih lagi bila kita mencinta karena Allah.
Tangga : sebuah kiasan dari aktivitas naik. Suka rela ataupun terpaksa sebuah rumah tangga akan menaiki tangga itu, itulah perjalanan waktu , ada sebuah ungkapan “usia pernikahan di bawah lima tahun adalah masa-masa rawan, walaupun di atas itu bukan jaminan rumah tangga akan aman sentosa. Sebuah ungkapan lain pun menyusul “semakin tinggi tangga itu dinaiki semakin kencang angin berhembus, semakin rawan kita terjatuh, dan semakin tinggi kita naik semakin besar risiko cedera saat terjatuh. untuk menjaga tangga agar tidak terhempas,bukan hanya kekokohan tangan dengan makna prinsip yang dikerahkan namun juga kelihaian dalam menjaga keseimbangan, maka karena itu boleh jadi kita harus mengorbankan sebuah prinsip agar tangga tidak jatuh terhempas.
Lalu siapa yang turut membantu menjaga keseimbangan rumah tangga kita ? orang tua yang bijak,..mertua yang bijak !,, ..lalu mengapa mesti mereka ? bukankah sebuah keluarga harus mandiri , harus jauh dari intervensi siapa saja. Jangan lupa yang menikah bukan hanya sepasang sejoli yang berubah menjadi suami istri, namun menikah berarti menyatukan dua keluarga besar, itulah sebabnya Rasulullah menyuruh kita agar dalam mencari pasangan hidup bila mungkin carilah orang lain diluar keluarga kita, hikmahnya agar keluarga kita semakin bertambah, dan ini tidak akan terjadi manakala kita menikah dengan keluarga dekat.
Selayaknyalah sepasang suami istri sebisa mungkin menutup semua duka dalam masalah rumah tangganya dari orang tuanya, cukuplah sudah beban mereka selama ini dari melahirkan merawat dan membesarkan bahkan menikahkan kita, jangan tambah lagi dengan beban yang lain yang seharusnya bukan menjadi beban mereka , ceriterakan yang indah-indah untuk mereka tentang hubungan kita, agar mereka dapat menikmati hidup di akhir senja usianya.
Tapi adakalanya kehadiran mereka (orang tua)kita perlukan di saat tangga yang kita naiki diterpa badai , dan masing-masing merasa aman bila berpegangan dengan prinsipnya , tidak sadar bahwa yang dibutuhkan saat itu bukan prinsip yang ideal namun bagaimana menjaga keseimbangan agar tangga tidak jatuh terhempas, dan bila itu sampai terjadi yang terdengar nyaring di telinga adalah :
Anak siapa ? saudara siapa ?
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau (QS 2 ; 128)
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan komentar anda di bawah ini