{Panduan Wanita Muslimah}
HUKUM-HUKUM SEPUTAR WANITA HAIDH (bag.1)
A. Definisi haidh
Secara bahasa makna haidh adalah mengalir. Secara syariat maknanya adalah darah yang keluar dari rongga rahim seorang wanita, dalam jangka waktu tertentu, bukan karena penyakit atau terkena sesuatu.
Haidh memang perihal yang Allah letakkan pada para wanita secara alamiah. Allah menciptakannya di dalam rahim, untuk memberi asupan makanan bagi janin dalam kandungan, ketika si wanita hamil.
Kemudian haidh itu akan berubah menjadi air susu ibu saat si anak telah lahir. Jika si wanita tidak dalam kondisi hamil atau menyusui, maka darah itu tidak punya tempat penyaluran, sehingga akan keluar dalam jangka waktu tertentu, yang dapat diketahui dengan kebiasaan atau ritme bulanan.
B. Usia haidh
Pada umumnya, seorang wanita mengalami masa haidh paling cepat di mulai pada usia 9 tahun dan berlanjut sampai usia 50 tahun. Allah Ta'ala berfirman:
وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ
"Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid." (At Thalaq: 4)
Wanita-wanita yang tidak haidh lagi yaitu wanita-wanita yang sudah mencapai 50 tahun. Sedang wanita-wanita yang tidak haidh yaitu anak-anak wanita yang kurang dari usia 9 tahun.
(At Tanbiihat karya Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah, hal. 14)
Join channel telegram, klik:
http://telegram.me/wanitamuslimahh
{Panduan Wanita Muslimah}
HUKUM-HUKUM SEPUTAR WANITA HAIDH (bag.2)
C. Beberapa hukum haidh
- Tidak boleh menyetubuhi wanita haidh di kemaluannya.
Allah Ta'ala berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci." (Al Baqarah: 222)
Pengharaman ini berlangsung sampai darah haidhnya berhenti dan si wanita mandi (karena telah suci). Karena Allah Ta'ala berfirman:
ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ
"Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu." (Al Baqarah: 222)
Dan bagi suami dari wanita yang haidh diperbolehkan untuk bercumbu dengannya selain menyetubuhinya di kemaluan.
- Wanita haidh tidak boleh shalat dan puasa.
Wanita haidh dilarang untuk shalat dan puasa, dan bila tetap dilakukannya, maka kedua amalan itu tidak sah. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabada:
أليس إذا خاضت المرأة لم تصل ولم تصم
"Bukankah bila seorang wanita sedang haidh , dia tidak melakukan shalat dan tidak berpuasa?." (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Bila si wanita haidh telah suci dari haidhnya, maka dia harus mengqadha' puasanya dan tidak mengqadha shalatnya. Sebagaimana perkataan 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
كنا نحيض على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم، فكنا نؤمر بقضاء الصوم لا بقضاء الصلاة
"Dahulu kami mengalami haidh di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' shalat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Perbedaannya -wallahu a'lam- karena (kewajiban) shalat terjadi secara berulang-ulang, sehingga tidak wajib mengqadha'nya, karena akan memberatkan dan menyulitkan. Tetapi puasa tidak demikian kondisinya.
(At Tanbiihat karya Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah, hal. 14-15)
Join channel telegram, klik:
http://telegram.me/wanitamuslimahh
{Panduan Wanita Muslimah}
HUKUM-HUKUM SEPUTAR WANITA HAIDH (bag. 3)
- Wanita haidh dilarang untuk thawaf di Ka'bah.
Dalam hal ini telah datang sebuah hadits dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya, tatkala beliau haidh saat melaksanakan haji:
افعلي ما يفعل الحاج غير ألا تطوفي بالبيت حتى تطهري
"Lakukanlah apa yang diperbuat orang yang haji, tetapi janganlah engkau thawaf di Baitullah (Ka'bah) sampai engkau suci." (HR. Bukhari dan Muslim)
- Wanita haidh dilarang berdiam/tinggal di dalam masjid.
Hal ini dilarang bagi wanita haidh karena sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
إني لا أحل المسجد لحائض ولا لجنب
"Aku tidak halalkan masjid bagi wanita haidh dan orang yang junub." (HR. Abu Daud)
Beliau juga bersabda:
إن المسجد لا يحل لحائض ولا جنب
"Sesungguhnya masjid tidak halal bagi wanita haidh dan orang yang junub." (HR. Ibnu Majah)
Tidak mengapa bagi wanita haidh untuk sekedar lewat dari dalam masjid tanpa berdiam di dalamnya.
Hal ini karena hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berkata kepadanya:
ناويليني الخمرة من المسجد
"Ambilkan untukku sajadah dari masjid."
'Aisyah menjawab: "Aku sedang haidh."
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إن حيضتك ليست بيدك
"Sesungguhnya haidhmu bukan di tanganmu." (HR. Muslim dan yang selainnya)
- Wanita haidh dilarang menyentuh mushaf Al Quran tanpa pembatas.
Hal ini karena firman Allah Ta'ala:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
"Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan." (Al Waqi'ah: 79)
Juga karena apa yang tertera di dalam tulisan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk 'Amr bin Hazm:
لا يمس المصحف إلا طاهر
"Jangan ada yang menyentuh mushaf (Al Quran) kecuali orang yang suci." (HR. Nasai dan yang selainnya)
Hadits ini menyerupai riwayat mutawatir karena manusia menerimanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Madzhab imam-imam islam yang empat (Hambali, Syafi'i, Maliki, dan hanafi) yaitu tidak boleh menyentuh mushaf (Al Quran) kecuali orang yang suci."
- Adapun wanita haidh membaca Al Quran tanpa menyentuhnya adalah perkara yang diperselisihkan hukumnya di kalangan para ulama. Namun yang paling menjaga, hendaknya wanita haidh tidak membaca Al Quran kecuali dalam kondisi darurat, seperti jika dia khawatir lupa hapalannya.
- Tidak mengapa wanita haidh untuk membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan, seperti bertahlil, bertakbir, bertasbih, dan membaca doa-doa.
Demikian pula, tidak mengapa dia membaca wirid-wirid yang disyariatkan di pagi hari dan sore hari, ketika mau tidur dan bangun tidur, dan lain sebagainya.
Juga tidak mengapa dia membaca kitab-kitab ilmu, seperti tafsir, hadits, dan fiqih.
(Lihat At Tanbiihat karya Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah, hal. 15-17)
Join channel telegram, klik:
http://telegram.me/wanitamuslimahh
{Panduan Wanita Muslimah}
HUKUM-HUKUM SEPUTAR WANITA HAIDH (bag. 4)
D. Cara mengetahui bahwa haidh telah selesai.
Seorang wanita muslimah dapat mengetahui bahwa haidhnya telah berakhir dengan terhentinya darah haidh. Dan hal itu ditandai oleh dua perkara:
1. Keluarnya cairan putih yang datang setelah darah haidh (terhenti), mirip dengan air kapur, terkadang keluar tanpa berwarna putih. Bisa jadi pula warnanya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan kondisi para wanita.
2. Kondisinya yang kering. Si wanita bisa memasukkan sepotong kain atau kapas ke dalam kemaluannya lalu ia keluarkan, bila ternyata kain itu masih kering tanpa ada bercak darah haidh, cairan berwarna kuning, atau cairan berwarna keruh, berarti ia telah suci.
E. Hukum cairan berwarna kuning atau berwarna keruh.
Ash Shufrah adalah cairan seperti nanah yang permukaannya berwarna kuning.
Al Kadirah adalah cairan seperti warna air yang kotor dan keruh.
Bila cairan-cairan itu keluar dari kemaluan seorang wanita pada waktu yang biasanya ia mengalami haidh, maka hal itu dianggap haidh dan hukumnya sama seperti hukum haidh.
Namun jika cairan-cairan itu keluar pada selain waktu yang biasanya ia mengalami haidh, maka hal itu tidak dianggap haidh dan ia dalam keadaan suci. Karena ucapan Ummu 'Athiyah radhiyallahu 'anha :
كنا لا نعد الصفرة و الكدرة بعد الطهر شيئا
"Dahulu kami sesudah suci tidak menganggap cairan warna kuning atau warna keruh itu sebagai sesuatu (haidh)." (HR. Abu Daud)
Dalam riwayat Bukhari tanpa lafazh "sesudah suci".
Yang seperti ini menurut para ulama ahli hadits mempunyai hukum marfu', karena dinilai sebagai hukum yang diakui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan dapat dipahami dari riwayat di atas bahwa cairan berwarna kuning atau cairan berwarna keruh itu sebelum suci adalah haidh, hukumnya berlaku hukum haidh.
(Lihat At Tanbiihat karya Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah, hal. 17)
Join channel telegram, klik:
http://telegram.me/wanitamuslimahh
{Panduan Wanita Muslimah}
HUKUM-HUKUM SEPUTAR WANITA HAIDH (bag. 5)
F. Apa yang harus dilakukan seorang wanita ketika haidhnya telah berakhir.
Seorang wanita haidh harus mandi ketika haidhnya berakhir, yaitu dengan mengguyurkan air ke seluruh tubuhnya dengan niat bersuci, karena sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
فإذا أقبلت حيضتك فدعي الصلاة، وإذا أدبرت فاغتسلي و صلي
"Bila haidhmu datang, maka tinggalkanlah shalat, dan bila haidhmu berakhir, maka maka mandilah dan shalatlah." (HR. Bukhari)
Tata cara mandinya:
- hendaklah si wanita meniatkan untuk menghilangkan hadats atau bersuci untuk shalat dan yang semacamnya.
- Kemudian dia mengucapkan "Bismillah".
- Kemudian dia mengguyurkan air ke seluruh tubuhnya, dan membasahi pangkal-pangkal rambut kepalanya, tanpa dia harus melepas ikatan rambutnya jika dalam kondisi sedang dikuncir, namun cukup dia membasahinya dengan air.
- Lebih bagus kalau dia memakai daun bidara atau apa saja yang dapat membersihkan dan dicampur dengan air (yang dia pakai untuk mandi).
- Dan disunnahkan dia mengambil kapas yang sudah diolesi dengan minyak wangi misik atau minyak wangi yang lainnya, dan dia gunakan kapas itu untuk menyeka kemaluannya sesudah dia selesai mandi, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memerintahkan hal itu kepada Asma' (HR. Muslim).
(Lihat At Tanbiihat karya Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah, hal. 18)
Join channel telegram, klik:
http://telegram.me/wanitamuslimahh
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan komentar anda di bawah ini