Seorang psikoterapis Doris Helmering menuturkan, “Wanita
biasanya memiliki teman wanita yang akrab. Teman terdekat laki-laki umumnya
adalah istrinya. Ini berarti, relasi harmonis dalam kehidupan rumah tangga
sangat penting bagi laki-laki.”
Suatu hal yang telah cukup dikenal –baik dari sisi sosiologi
maupun psikologi— semakin bertambah kedekatan seorang istri dengan suaminya,
maka kebahagiaan keduanya akan semakin bertambah. Disebutkan bahwa, menurut
para suami, faktor kebahagiaan rumah tangga adalah istri yang menjadi
pendamping terbaik bagi mereka.
Dalam bukunya Menyelami Hati Wanita, Abdul Mun’im Qindil
menyatakan bahwa untuk menjadi pendamping terbaik bagi suami, berarti istri
harus berusaha menjadi pusat perhatian suaminya, dengan senyum manis senantiasa
terkembang, pandangannya hangat penuh cinta dan tutur kata lembut penuh
kemanjaan. Dia harus selalu berusaha menjadi seorang bidadari di rumahnya.
Tubuhnya harum mewangi, wajahnya cerah, perilakunya lembut, dan tutur katanya
mendatangkan kedamaian di hati, sehingga suami benar-benar merasa bahwa
rumahnya adalah surga yang penuh kenikmatan dan kesenangan.
Dia bagaikan bunga yang segar dan menyejukkan mata. Hatinya
bening sebening mata air pegunungan. Senyumannya manis semanis telaga madu.
Wajahnya terang secerah bulan purnama. Jika suaminya sakit, dia menjadi dokter
pribadinya yang senantiasa setia menemaninya. Jika dunia gelap di matanya, dia
menjadi pelita yang siap menerangi jalannya. Jika suami kehausan, dia menjadi
pelepas dahaga yang menyejukkan. Pokoknya, apa pun yang dilakukannya selalu
menebarkan pesona di mata suaminya. Kelemahlembutannya dalam memperlakukan
suaminya sama dengan perlakuannya terhadap teman-teman dekatnya, penuh
keakraban dan senda gurau.
Jadi, bagaimanakah caranya agar Anda menjadi pendamping
terbaik suami? Di bawah ini adalah beberapa tips penting agar Anda bisa menjadi
pusat perhatian suami, sebagaimana dinyatakan Muhammad Kamil Abdul Shamad dalam
bukunya Haqa`iq Taghfulu ‘Anha Az-Zaujat:
1. MENJAGA PERASAAN
SUAMI
Peduli terhadap kebahagiaan suami dan mampu memperlihatkan
serta menghormati cintanya merupakan fondasi keharmonisan sejati. Psikolog
Marlin Roman menyatakan, “Manusia menyenangi orang yang bisa menjadikannya
senang. Inilah yang harus diperhatikan dalam pendidikan dan pelatihan.”
Ketika Anda merasa tidak nyaman dan membenci teman Anda,
maka Anda bisa saja menghentikan interaksi dengannya, sampai rasa benci itu
hilang. Namun dengan suami, Anda tidak bisa menghentikan interaksi Anda
dengannya. Sebesar apa pun kebencian Anda kepada suami, hanya karena dia
mengabaikan beberapa hal yang sepele, maka Anda harus tetap berada di sisinya.
Anda harus bersamanya ketika makan, bersenda-gurau dengannya, dan lain
sebagainya.
2. BERSABARLAH
Keberadaan Anda sebagai partner suami menuntut Anda untuk
bersabar dalam segala hal. Rasulullah bersabda, “Orang muslim jika dia bergaul
dengan manusia dan bersabar atas gangguannya, maka dia lebih baik daripada
orang muslim yang tidak mau bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas
gangguannya.” (HR. At-Tirmidzi: 2431, dishahihkan oleh Al-Albani. Lihat: Shahih
Al-Jami’: 6651)
Ada sebuah kisah menarik tentang hal ini. Pada zaman
Khalifah Al-Manshur, salah seorang menterinya, Al-Ashma'i, melakukan perburuan.
Karena terlalu asyik mengejar hewan buruan, dia terpisah dari kelompoknya dan
tersesat di tengah padang sahara.
Ketika rasa haus mulai mencekiknya, di kejauhan dia melihat
sebuah kemah. Terasing dan sendirian. Dia memacu kudanya ke arah sana dan
mendapati seorang penghuni wanita muda dan jelita. Dia meminta air. Wanita itu
berkata, “Ada air sedikit, tetapi aku persiapkan hanya untuk suamiku. Ada sisa
minumanku. Kalau engkau mau, ambillah.”
Tiba-tiba wajah wanita itu tampak siaga. Dia memandang
kepulan debu dari kejauhan. “Suamiku datang,” katanya. Wanita itu kemudian
menyiapkan air minum dan kain pembersih. Lelaki yang datang itu lebih pas jika
disebut “bekas manusia”. Seorang tua yang jelek dan menakutkan. Mulutnya tidak
henti-hentinya menghardik istrinya. Tidak satu pun perkataan keluar dari mulut
perempuan itu. Dia membersihkan kaki suaminya, menyerahkan minuman dengan
khidmat, dan menuntunnya dengan mesra masuk ke kemah.
Sebelum pergi, Al-Ashma'i bertanya kepada wanita itu,
“Engkau muda, cantik, dan setia. Kombinasi yang jarang sekali terjadi. Mengapa
engkau korbankan dirimu untuk melayani lelaki tua yang berakhlak buruk?”
Jawaban wanita itu
mengejutkan Al-Ashma'i. Perempuan tersebut berkata, “Rasulullah bersabda bahwa
agama itu terdiri dari dua bagian: syukur dan sabar. Aku bersyukur karena Allah
telah menganugerahkan kepadaku usia muda, kecantikan, dan perlindungan. Dia
membimbingku untuk berakhlak baik. Aku telah melaksanakan setengah agamaku.
Karena itu, aku ingin melengkapi agamaku dengan setengahnya lagi, yakni
bersabar.”
3. Pelajarilah Bahasa Suami
Laki-laki akan tetap
berbicara tentang dirinya saat menceritakan pekerjaannya. Berbeda dengan
keyakinan yang membudaya, bahwa laki-laki bicara mengenai dirinya melalui
obrolan mengenai pekerjaannya. Istri harus paham ketika suaminya bercerita
tentang pekerjaannya, maka sebenarnya dia juga sedang berbicara mengenai
masalah-masalah pribadi yang sangat dalam.
Suami, misalnya, pulang
ke rumah sambil marah-marah karena pimpinannya di kantor kurang menghargai
kerja keras yang dilakukannya. Penyebab yang sebenarnya dia bersikap seperti
itu mungkin karena dia takut pekerjaannya belum optimal. Jika Anda langsung
menimpalinya dengan menyaranka agar dia siap menghadapinya, bisa menimbulkan
reaksi yang tidak Anda harapkan dari dia, yaitu dia malah tidak mau bicara.
Maka sebaiknya Anda
tidak bersikap seperti itu, tetapi ciptakanlah suasana lembut yang membuatnya
lebih siap untuk menceritakan permasalahannya itu. Artinya, yang perlu Anda
lakukan adalah diam mendengarkan ucapannya penuh konsentrasi. Karena pilar
pertama relasi adalah mau mendengarkan.
4. Jangan Menambah Masalah
Terkadang, ketika teman
Anda menghadapi masalah, mungkin Anda bisa menghadirkan kelembutan dan rasa
simpati. Dengan demikian Anda telah membantu mengurai benang kusut permasalahan
yang dihadapinya. Namun, tatkala suami Anda berada dalam kesulitan, Anda justru
berbuat kebodohan yang menambah dia gelisah dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan
yang membebani, seperti: “Mengapa itu terjadi?”, “Apa yang akan engkau
perbuat?”, dan lain sebagainya. Anda menyampaikan pertanyaan tersebut karena
mengira cara itu adalah bentuk kepedulian kepada suami.
Namun sejatinya, dengan
pertanyaan itu, Anda menuntut suami agar meyakinkan Anda bahwa segala sesuatu
akan berjalan sesuai yang diinginkan. Hal ini menyebabkan dia menyesal telah
memberi kepercayaan kepada Anda.
Suami selalu mengatakan,
“Saya tidak suka menceritakan urusan pekerjaan kepada istri saya. Jika saya
melakukannya, justru saya tidak dapat menuntaskan masalah yang saya hadapi.”
Oleh karena itu, alangkah baiknya jika Anda mau menahan perasaan. Benar, cinta
Anda begitu besar kepada suami, tetapi Anda gagal menjadi pendamping
terbaiknya, karena cinta saja tidaklah cukup. Relasi harmonis sejati akan
mendatangkan keintiman yang penuh dengan dinamika. Inilah yang membuat
pernikahan menjadi sesuatu yang agung.
Istri muslimah yang
shalehah hidup dengan suaminya sepenuh hati, sepenuh perasaan, sepenuh jiwa dan
raganya. Perasaan dan pikirannya tidak pernah lepas dari pasangannya. Bukankah
Islam telah menjadikan ketulusan seorang istri terhadap suaminya setara dengan
jihad fi sabilillah dalam hal ganjarannya? Seorang istri bisa menadapatkan
pahala ash-shiddiqin (orang-orang jujur dan tulus) jika selalu jujur dalam
tindakan dan ucapannya. Dia juga bisa mendapatkan pahala al-abrar (ahli
kebajikan) jika mampu memenuhi semua kewajiban terhadap suaminya. Dia juga bisa
mendapatkan pahala asy-syuhada jika ia mampu melewati kesulitan dalam mengurus
suami dan anak-anaknya.
Wanita memiliki
kemampuan luar biasa dalam menciptakan kehidupan yang baik. Jika dia memiliki
impian untuk menyulap rumahnya menjadi kebun surga yang indah, pasti dia mampu
melakukannya dengan sedikit biaya. Rumah tangga yang baik bukanlah rumah yang
selalu dipenuhi dengan perabotan mewah dan modern. Tapi rumah kebahagiaan
adalah yang mampu menyatukan banyak hati yang disinari cinta dan kasih sayang,
keserasian, kesetian, dan ketulusan untuk hidup berbagi suka dan duka dalam
segala suasana. Betapa besar perhatian Islam dalam urusan cinta! [ganna
pryadha/voa-islam.com/dbs]
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan komentar anda di bawah ini