Ada ungkapan
,sebelum menjilbabpi kepalanya jilbabpi dulu hatinya, buat apa berjilbab kalau
akhlaqnya rusak.
Ungkapan yang
berupa majaz atau kiasan tersebut tidak salah, namun menurut saya juga tidak
benar, atau kurang tepat.
Kenapa ?
Jilbab dilihat
dari fungsinya untuk menutup aurat , aurat adalah bahasa Arab dari kata kerja
‘ara, artinya telanjang adapun aurat
adalah akar kata, artinya ketelanjangan, ringkasnya jilbab adalah penutup aurat
.
Adapun hati dalam sebuah hadits dikatakan sebagai raja
dalam tubuh manusia, yang bila hati itu baik maka baik pulalah seluruh
tubuhnya, dalam arti kata bahasa yang keluar dari tubuh adalah bahasa lisan dan
bahasa gerakan.
Dalam hadits lain
hati ialah tempatnya iman, “Attaqwa ha
huna (Taqwa itu di sini, nabi menunjuk kepada hatinya)
Kalau ungkapan
tersebut bermakna jilbab yang dilihat dari fungsinya adalah untuk menutupi
aib/aurat , maka apakah hati itu tempatnya aib ?
Manusia sudah menjadi kodratnya, sebagai tempatnya
salah dan dosa, sudah fitrah dan manusiawi , kalau Iman itu kadang naik kadang
turun, kadang bertambah kadang berkurang
(yazid wa yankus), kalau menunggu hati kita benar benar bersih lalu
tidak bernoda lagi, lalu kapan berjilbabnya ?
Bagaimana
dengan seorang akhwat yang berjilbab, namun kelakuannya tidak mencerminkan yang semestinya ?
Menurut
saya lihat dulu cara berjilbabnya, benarkah sesuai syar’e , seperti yang saya sampaikan di atas ?
Sebab
ada juga yang berjilbab namun, namun hatinya masih di persimpangan jalan, ada
dualisme dalam hati dan pikirannya, antara mengikuti tren berpakaian ala
barat/jahiliyah dengan memakai baju
muslimah, yang akhirnya dipadukan menjadi jilbab gaul, yang mudah-mudahan
asumsi saya salah, yakni menurut bahasa baginda yang mulia “berpakaian tapi
telanjang, fungsi baju dan jilbab sebagai penutup aurat tidak nampak, karena
pakaiannya ketat atau transparan sehingga lekuk-lekuk tubuhnya nampak.
Banyak
jalan menuju perbaikan diri, salah satunya adalah dengan menutup aurat, saya
yakin bila itu bersumber dari hati bukan karena mengikuti tren, lambat laun
jilbabnya yang akan menjadi jalan untuk membuka pintu hatinya dalam menyambut
hidayah Allah.
Manusia
bukan malaikat, juga bukan hewan, manusia makhluk mulia yang dianugerahi dua
sifat.
“
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS
91;8)
Sifat
fujur atau kefasikan ialah sifat pendosa, namun adakalanya manusia bersifat
taqwa, karena manusia mempunyai al-hawa atau kecenderungan (hawa nafsu).
Hati
bukan untuk di tutupi namun hati untuk di jaga..
Jangan
ragu untuk menutup aurat hanya karena ungkapan, tutupi dulu/jilbapi dulu
hatinya, justeru jadikan ungkapan tersebut sebagai motivasi untuk perbaikan diri, gak apa apa
awalnya gak syar’e, bagus kalau langsung sesuai syareat, asalkan seiring
bertambahnya usia dan waktu bertambah pula kesadaran kita memakai pakaian
sesuai tuntutan syara.
Boleh
jadi ungkapan tersebut adalah propaganda dari kaum sekuler dan orientalis yang
hendak menghancurkan Islam dari dalam, terkesan benar dan logis namun tujuan
sebenarnya adalah merusak berlahan-lahan.
Dulu
ada sebuah ungkapan “hati hati belajar menerjemah al-qur,an kalau salah dosa ,
akhirnya banyak yang takut belajar terjemah al-qur,an, belakangan diketahui
ungkapan tersebut adalah propaganda kaum kafir penjajah Belanda melalui agar
ummat Isla tidak tahu terjemah al-qur,an.
Sekilas
ungkapan tersebut logis, padahal kata Rasulullah, orang yang belajar al-Qur,an
dia salah mendapat dua pahala, satu pahala belajarnya dua pahala membacanaya.
Untuk
kaum akhwat jangan takut memulai memakai jilbab...!! ^^
Moga bermanfaat .....
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas
0 komentar
Posting Komentar
Sampaikan komentar anda di bawah ini