pos giv

Bila ditanya kapan seorang anakmulah belajar al-Qur,an ? jawabnya mudah, sedini mungkin !!saat lidah sekecil mulai fasih mengucapkan sebuah huruf (kata). Tapi kalau di tanya kapan berhentinya ? jika sekolah mungkin ada jenjang kelasnya SD 1 s/d 6 SMP / SMA 1 s/d 3 baik ibtidaiyah, tsanawiyah maupun aliyah sampai perguruan tinggi juga ada batasnya,. Lalu kalau mengaji adakah batasnya ?


Batas mengaji bila yang diinginkan hanya bisa membaca berarti selesai setelah melalui jenjang Iqra 1 s/d tammat lalu masuk al-qur,an.

Batas mengaji bila yang di inginkan bisa fasih dalam makhraj maupun mad dan qashar maka tammat setelah belajar tajwid .

Batas mengaji bila yang di inginkan bisa menulis maka tammat setelah belajar Khot.

Batas mengaji bila yang di inginkan mampu menerjemah maka selesai setelah belajar nahwu dan shorrof dgn balaghahnya ,setidaknya e’nayah.

Namun bila yang di inginkan orang tua lebih dari itu , yakni sang anak mampu menerapkan apa yang dikajinya agar mempunyai nilai plus di mata masyarakat sebagaimana layaknya seorang santri maka tak dikenal batas akhir dalam mengaji, itulah sebabnya seorang ulama mengatakan.

Ana athlubul ‘elma minal mahdi ilal lahdi (aku menuntut ilmu dari buaian ibu sampai ke liang lahat)

Tapi anehnya, nilai lebih yang di tuntut seorang wali santri yang harus di dapat dari sang anak dari gurunya sangat bertolak belakang dari harapannya, tak ada motivasi, tak ada ancaman saat sang anak mulai bolos dan malas untuk mengaji, usaha maksimalnya tak lebih dari mengurut dada saat sang anak mulai melawan dan kalaupun mengancam hanya sebatas di lisan, atau boleh di bilang orang tua mengangkat bendera putih, alias menyerah kalah tanpa syarat terhadap kenakalan sang anak.

Kasih sayangnya di wujudkan dalam bentuk membiarkan anaknya larut dalam dunianya sendiri, dengan sebuah argumentasi “biarlah menikmati masa kanak-kanak dan remajanya , naudzu billah padahal mereka menikmati masa kanak-kanak dan remajanya tidak seperti orang tuanya dahulu , di mana lingkungan dan pergaulannya dan pada masa dahulu, masih sehat jauh dari pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh gencarnya arus informasi buruk,merusak dan menyesatkan.

Orang tua sudah merasa cukup, (walaupun tidak jelek),. Saat sang anak bersama teman sebayanya yang mulai beranjakmenjadi remaja dewasa, ikut yasinan setiap malam jum,at ,. Yasinan !.. yah hanya itu.. dari jum,at ke jum,at berikutnya, setelah selesai mereka semua pulang,. Tanpa bahasan, tanpa uraian, tanpa ada materi tarbiyah yang di bahas, tentunya tak perlu ada tanya jawab, apalagi ujian karena tak ada target dalam acara ritual tersebut yang harus di capai.. karena pengajian tak perlu ada kurikulum !“katanya,. Apa mungkin ucapan Sayyidina Ali salah

Al-haqku bila nidzam , yughlibul bathilu bin nidzam (kebaikan yang tak terorganisir, akan dikalahkan kebatilan yang terorganisir)

Saat waktu terus bergulir,. Rasa bosan mulai menghinggapi anggota majelis taklim , jenuh , bosan karena acaranya dari jum,at ke jum,at hanya itu dan itu ,Bahkan juga sang ustad dan ketua majelis Taklim tak luput dari virus bosan dan BT (kata remaja sekarang,)..ada apa ini,. Apakah sebagai bertanda kiamat semakin dekat ? dengan mulai bosannya orang mengaji ?

Jawabannya ada pada diri anda sendiri,. Sebagai orang tua, atau setidaknya calon orang tua.
Silahkan baca artikel lainnya yang terkait dengan pos di atas

0 komentar

Posting Komentar

Sampaikan komentar anda di bawah ini